MUNASABAH AL-QUR’AN
Oleh: Sugiarto
I. Pendahuluan
Kitab suci al-Qur’an merupakan kitab yang berisi berbagai petunjuk dan peraturan yang disyari’atkan dan al-Qur’an memiliki sebab dan hikmah yang bermacam. Dalam ayat-ayat al-Qur’an memiliki maksud-maksud tertentu yang diturunkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang membutuhkan, turunnya ayat juga bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi pada masa itu. Susunan ayat-ayat dan surah-surahnya ditertibkan sesuai dengan yang terdapat dalam lauh al-mahfudh, sehingga tampak adanya persesuaian antara ayat satu dengan ayat yang lain dan antara surah satu dengan surah yang lain.
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia dengan cara langsung dari Rasul kepada umatnya, yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Dari hal tersebut sehingga timbul cabang ilmu dari ulumul Qur’an yang khusus membahas persesuaian-persesuaian tersebut, yaitu yang disebut ilmu munasabah atau ilmu tanaasubil ayati wassuwari. Sebagaimana yang dulis Ibnu dalam blognya bahwa Orang yang pertama kali menulis cabang ilmu ini adalah Imam Abu Bakar an-Naisaburi pada tahun 324 H. Kemudian disusul oleh Abu Ja’far ibn Zubair yang mengarang kitab “Al-Burhanu fi Munasabati Suwaril Qur’ani” dan diteruskan oleh Burhanuddin al-Buqai yang menulis kitab “Nudzumud Durari fi Tanasubil Aayati Wassuwari” dan as-Suyuthi yang menulis kitab “Asraarut Tanzilli wa Tanaasuqud Durari fi Tanaasubil Aayati Wassuwari” serta M. Shodiq al-Ghimari yang mengarang kitab “Jawahirul Bayani fi Tanasubi Wassuwari Qur’ani’’
Umat Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an haruslah mengerti tentang isi kandungan di dalam Al-Qur‟an. Karena dengan mempelajari isi kandungannya kita akan memahami dan mengetahui hukum-hukum dan juga syari‟at islam. Dalam mempelajari Al-Qur‟an ada sebuah ilmu yang namanya Ilmu munasabah. Ilmu Munasabah adalah ilmu yang mempelajari tentang keserasian makna, kesesuaian/ korelasi antara ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam Al-Qur‟an.
Karena itu Ilmu Munasabah sangatlah penting untuk memperdalam pengetahuan kita tentang isi kandungan Al-Qur‟an. Dengan mempelajari Ilmu Munasabah kita dapat mengetahui keindahan sastra yang ada di dalam Al-Qur‟an. sehingga niscaya juga akan memperkuat iman kita terhadap Allah SWT.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis akan menguraikan tentang Pengertian Munasabah Al-Qur’an, Bentuk-bentuk Munasabah Al-Qur’an, Serata urgensi dari Ilmu Munasabah.
II. Pembahasan
a. Pengertian Munasabah Al-Qur’an
Menurut bahasa, munasabah berarti persesuaian atau hubungan/ relevansi, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan surat atau ayat yang sebelum atau sesudahnya. Sedangkan menurut istilah adalahSedangkan menurut istilah adalah segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat atau antara satu surah dengan surah yang lain-lain.
Dan masih banyak lagi ulama yang memberikan definisi tentang munasabah Al-Qur’an diantaranya : Menurut az ZarkasyiMunasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami tatkala dihadapkan kepada akal pasti akal itu akan menerimanya.
Menurut Muhammad Fatir, dikatakan bahwa Munasabah adalah keterkaitan dan keterpaduan hubungan antara bagian-bagian ayat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Qur’an. Hal itu berarti bahwa ayat atau surah baru bias dipahami dengan baik bila berkaitan dan keterpaduan itu diperhatikan. Dengan demikian ungkapan tentang munasabah itu sifatnya ijtihad, yaitu pendapat pribadi dari yang mengungkapkan sebagai hasil ijtihadnya. Menurut Manna’ al Qaththan Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat atau antara ayat pada beberapa ayat atau antara surah didalam Al Qur’an. Menurut Ibn Al-Arabi mengatakan Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung. Menurut Al-Biqa’I Munasbah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alas an-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.
Dari berbagai pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa munasabah berarti menjelaskan korelasi makna anta ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus, korelasi berupa sebab akibat dan perbandingan serta perlawanan. Berdasarkan kajian munasabah, ayat-ayat Al-Qur’an bisa dianggap tidak terasing antara satu dengan yang lainnya. Ayat Al-Qur’an dalam kajian munasabah mempunyai keterkaitan, hubungan dan keserasian. Hubungan itu bisa terletak antara ayat dengan ayat, antara nama surat dengan isi surat, awal surat dengan akhir surat, antara kalimat-kalimat yang terdapat dalam setiap ayat, dan lain-lain.
Dalam mengambil kesimpulan, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan. Perbedaan antara ilmu Asbab An-Nuzul dengan ilmu pertautan (munasabah) yaitu ilmu Asbab An-Nuzul mengaitkan satu ayat atau sejumlah ayat dengan konteks sejarahnya, maka fokus ilmu munasabah adalah persesuaian antar ayat dan beberapa surat pada aspek pertautan antar ayat dan surat menurut urutan teks, bukan pada kronologis historis.
b. Bentuk-bentuk Munasabah Al-Qur’an
Masing-masing ayat al-Qur’an memiliki keterkaitan satu sam lain. Karena susunan ayat maupun surat yang ada pada mushaf al-Qur’an berasal dari petunjuk nabi Muhammad SAW, tentu tingkat keterkaitannya sangat tinggi dan teratur. Oleh karena itu, pemahaman kandungan al-Qur’an tidak bias sepotong-sepotong, melainkan harus menyeluruh dengan mengaitkan ayat yang satu dengan ayat yang lain atau surat yang satu dengan surat yang lain. Pemahaman demikian ini sering dilakukan oleh para ulama saat ini, terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang baru muncul di masyarakat.
Keterkaitan antara pembuka surat dengan isi surat. Pembuka surat ini dilihat dari segi makna, bukan kata. Karenanya, pembuka yang berupa huruf-huruf seperti Alif-Lam-Mim, Ya-Sin dan sebagainya tidak termasuk dalam pembahasan ini, melainkan kalimat atau ayat sesudahnya. Misalnya, surat Thaha tidak lihat dari huruf Tha’ da ha’, tetapi ayat berikutnya. Pembuka surat thaha menjelaskan fungsi al-Qur’an sebagai peringatan untuk manusia, bukan untuk membuat susah manusia.
Ternyata isi surat thaha banyak memuat tentang kisah peringatan para nabi kepada ummatnya, termasuk peringatan nabi Musa a.s kepada Firaun. Demikian Dalam pembagian munasabah para ulama’ juga berbeda pendapat mengenai pengelompokan munasabah dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi bagaimana seorang ulama’ tersebut memandang suatu ayat dari segi berbeda.
Dalam penyelidikan para ulama, dihasilkan delapan bentuk keterkaitan makna antar ayat dan surat dalam suhaf Al-Qur’an sebagaiman yang dikatakan Manna al-Kattan dalam buku Moh. Ali Aziz sebagai berikut:
1. Keterkaitan satu surat dengan surat lain. Misalnya, kandungan surat Al-Fatihah diperluas cakupannya dengan surat sesudahnya, surat al-Baqarah. Jika surat al-fatihah ringkasan al-Qur’an, maka surat al-Baqarah adalah ensiklopedia al-Qur’an, yakni ringkasan panjang dari kandungan al-Qur’an.
2. Keterkaitan antara nama surat dengan isi surat. Atau keterkaitannya dengan berbagai pembahasan yang menonjol dalam ayat-ayat yang terdapat dalam surat tersebut. Misalnya nama surat al-Ikhlas (murni) disesuaikan dengan isinya menegaskan keesaan allah dan kemurniannya dari segala hal yang disekutukan kepadanya, atau kemurniannya dari segala sifat yang merendahkan kebesarannya. Surat an-Nisa’ (wanita) dinamakan demikian, karena isinya banyak berbicara tentang wanita dan keluarga.Demikian pula surat al-Fil yang dimulai dengan pernyataan agar manusia memperhatikan siksa Allah SWT atas pasukan berkendaraan gajah yang hendak menghancurkan ka’bah. Lalu pada ayat-ayat berikutnya dijelaskan bentuk siksaan tersebut.
3. Keterkaitan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat. Misalnya, dalam Surat al-Qashash, pada awal surat disebutkan bahwa nabi Musa a.s tidak akan menolong orang-orang yang berbuat dosa, sedangkan pada akhir surat disebutkan larangan pada nabi Muhammad SAW untuk menolong orang-orang kafir. Jadi intadi inti surat tersebut adalah perintah kepada nabi SAW untuk mengikuti sikap nabi-nabi terdahulu dalam menghadapi kaum pendurhaka.
4. Keterkaitan satu ayat dengan ayat lain. Keterkaitan antar ayat dapat dilihat dari ayat sebelum dan sudahnya maupun ayat-ayat yang terkait dengan masalah yang sama. Misalnya, ayat pertama dari surat al-Mukminun menejlaskan keberuntungan bagi orang-orang yang benar-benar beriman. Ayat-ayat selanjutnya berkenan dengan karasteristik orang-orang yang benar-benar beriman tersebut.
5. Keterkaitan satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam satu ayat. Keterkaitan tersebut meliputi kalimat-kalimat yang saling berpasangan, atau saling berlawanan, dan kalimat yang mengalihkan suatu pembicaraan ke pembicaraan lain yang masih ada keterkaitannya. Contoh ujung ayat 26 surat al-Imran.
6. Keterkaitan antara ujung ayat dengan isi ayat. Penyebutan golongan jin dan manusia di akhir surat an-Nas menunjukkan keterkaitannya dengan kandungan surat, yaitu bentuk-bentuk kejahatan terhadap manusia. Ternyata pelakunya adalah jin dan manusia.
7. Keterkaitan antara penutup surat dengan awal surat berikutnya. Sebagai contoh, di akhir surat al-Fatihah disebutkan petunjuk jalan yang lurus serta pembagian kelompok manusia yang mengikuti dan menolaknya. Di awal surat al-Baqarah, dijelaskan bahwa jalan yang lurus tersebut diterangkan dalam kitab Allah atau al-Qur’an. Sedangkan ayat sesudahnya mengemukakan cirri-ciri orang yang bertakwa, orang yang kafir, dan orang yang munafik. Ketiga kelompok merupakan penjelasan dari orang yang mendapat petunjuk, orang yang sesat hingga orang yang mendapatkan kutukan Allah sebagaimana dijelaskan pada akhir surat al-Fatihah.
Lain yang dikatakan oleh buku Ahmad Saifullah yang di foto copy bahwa bentuk-bentuk munasabah itu adalah :
1. Munasabah antara bagian-bagian dalam satu ayat,
ada bagian ayat yang berfungsi sebagai penekanan makna bagian sebelumnya. Contohnya adalah:
Terjemahan:
Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu, ( al-Mukminun 23: 36)
2. Musabah antara ayat dengan ayat, yaitu kaitan ayat dengan ayat sebelumnya. Contoh mempertentangkan, misalnya antara sifat (lukisan) tentang mukmin dengan sifat (lukisan) tentang kafir, misalnya adalah :
Terjemahan
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". (Ali-Imran 3: 106)
3. Munasabah antara surat dengan surat.
Misalnya keterpaduan antara awal surat dengan akhirnya. Misalnya surat al-Qasas yang dimulai dengan kisah nabi Musa dan ancaman yang dihadapinya dari Firaun sehingga ia lari dari mesir, dan kemudian kembali lagi dan memperoleh kemenangan. Di akhir surat dikisahkan tentang nabi Muhammad SAW yang juga ditentang, kemudian hijrah, lalu kembali, dan berakhir juga dengan kemenangan.
4. Munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya, Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya masing-masing seperti surat al-Baqarah 2, surat yunus 18, surat an-Naml 27, dan surat al-Jinn 72. Contoh dapat dilihat pada surat albaqarah 2 : 67-71.
Cerita tentang sapi betina dalam surat al-baqarah di atas mengandung inti pembicaraan tentang kekuasaan tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan tuhan dan keimanan pada hari kemudian.
C. Urgensi Mempelajari Ilmu Munasabah
Ilmu Munasabah Al-Qur’an sangat penting dikuasai dalam menafsirkan Al-Qur’an. Ilmu Munasabah sangat membantu muffasir dalam memahami dan mengeluarkan isi kandungannya.. Ayat-ayat al-Qur’an banyak menceritakan umat-umat terdahulu, baik peristiwa yang berlaku pada mereka maupun kewajiban-kewajiban yang pernah dibebankan atas mereka. Jika suatu ayat dipelajari, tanpa melihat keterkaitannya dengan ayat-ayat lain, maka mungkin akan terjadi penetapan hukum yang sebenarnya hukum itu hanya dibebankan kepada umat sebelum Nabi Muhammad SAW yang tidak diwajibkan kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana asbab an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami al-Qur’an. Dalam hal ini Muhammad’ Abdullah darraz dalam buku Rosibon Anwar yang berjudul Ulumul Qur’an berpendapat bahwa, Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistimatika surat, semestinya ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan segala permasalahannya.
Pengetahuan munasabah pun dapat membantah sebagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Contohnya terhadap firman Allah Qur’an surat Al-Baqarah 2: 189:
Terjemahan:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Orang yang membaca ayat tersebut tentu akan bertanya-tanya, Apakah korelasi antara pembicaraan bulan sabit dengan pembicaraan mentangi rumah? Dalam menjelaskan munasabah antara keduanya, Az-Zarkasyi dalam buku Rosiban Anwar menjelaskan: “Sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang jelas dan mempunyai kemaslahatan bagi hamba-hambanya, maka tinggalkan pertanyaan terntang hal itu, dan perhatikanlah sesuatu yang engkau anggap sebagai kebaikan, padahal sama sekali bukan kebaikan.
Pengetahuan munasabah sangat terkait dengan kegiatan penafsiran al-Quran, hal ini hampir mirip dengan fungsinya dengan asbab nuzul al-Quran, jika asbab nuzul terkait dengan pengetahuan yang diperoleh melalui riwayah (hadits atau atsar), maka munasabah terkait dengan pengetahuan yang diperoleh melalui ijtihad.
Selain itu, munasabah hubungan-hubungan teks dalam bentuknya yang akhir dan final, sementara asbab nuzul mengkaji bagian-bagian teks dengan kondisi eksternal atau konteks eksternal pembentuk teks. Dengan kata lain perbedaan itu adalah perbedaan antara kajian tentang keindahan teks dan tentang kerancuan teks terhadap realitas eksternal. Dari sini kita dapat memahami mengapa ulama-ulama kuno berpendapat bahwa ilmu asbab nuzul adalah ilmu histories, sementara munasabah adalah ilmu stilistika. Dengan pengertian bahwa ilmu ini memberikan perhatiannya pada bentuk-bentuk keterkaitan antara ayat-ayat dan surat-surat.
Keterkaitan antara kedunya adalah saling melengkapi, apabila suatu ayat belum atau tidak diketahui asbab nuzulnya, atau ada asbab nuzulnya tetapi riwayatnya lemah, maka ada baiknya pengertian (pemahaman) suatu ayat ditinjau dari sudut munasabahnya dengan ayat sebelumnya maupun sesudahnya. Pengetahuan tentang munasabah juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat.
Oleh karenanya, penulis berpendapat bahwa munasabah merupakan salah satu model pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, terutama bagi muffasir yang tidak mengetahui asbab nuzul suatu ayat atau hadits asbab nuzul yang lemah.
Pandangan para ulama yang menanggapi masalah ayat al-Quran dalam konteks munasabah terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menganggap bahwa setiap ayat atau surat dalam al-Quran selalu ada relevansi (munasabah) dengan ayat atau surat lainnya, sedangkan kelompok kedua, menganggap bahwa setiap ayat atau surat tidak selalu ada relevansi dengan ayat atau surat lainnya, tetapi sebagian besar ada relevansi satu sama lain.
Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat tidak selalu ada relevensi, kalaupun ada, itu baru bisa diketahui melalui seteleh melakukan proses penelitian munasabah terlebih dahulu yang cukup sulit. Kesulitan itu dirasakan karena tidak ada petunjuk yang jelas yang datang dari nash.
Pengetahuan tentang munasabah bukanlah hal yang tauqifi , melainkan didasarkan pada ijtihad (proses akal) seorang mufassir berdasarkan tingkat pemahaman dan penghayatannya terhadap al-Quran . Hal ini, bukan pula berarti bahwa setiap ayat selalu terdapat korelasi. Oleh karenanya, seorang mufassir tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, sebab kalau dipaksakan, maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat.
Berkaitan dengan itu, perlu disampaikan bahwa ulama tafsir terbagi pada dua kelompok dalam menanggapi masalah munasabah. Kelompok yang menampung dan mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat, sedangkan kelompok lainnya tidak memperhatikan munasabah sama sekali dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-Razi misalnya adalah orang yang sangat menaruh perhatian kepada munasabah penafsiran, baik hubungan antarayat maupun antarsurat. Sebaliknya, Nizhamudiin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya menaruh perhatian besar kepada munasabah antar ayat.
Menurut al-Zarkasyi, kelompok yang menolak munasabah beralasan, bahwa suatu kalimat akan memiliki munasabah bila disampaikan (diucapkan) dalam konteks yang sama, karena al-Quran diturunkan dalam berbagai konteks, maka al-Quran tidak memiliki munasabah. Ulama yang termasuk kelompok ini adalah 'Izz al-Din ibn 'Abd al-Salam, Syeikh Muhammad Syaltut , dan Ma'ruf Daulabi.
Secara umum, ada beberapa hal yang menunjukkan pentingnya kajian tentang munasabah dalam Alquran:
1. Mengetahui korelasi antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat menunjukkan, bahwa Alquran merupakan satu kesatuan yang utuh, tersusun secara sistematis dan berkesinambungan, walaupun diturunkan secara terpisah-pisah dalam rentang waktu sekitar dua puluh tiga tahun. Hal ini akan memperkuat keyakinan, bahwa Alquran merupakan mukjizat dari Allah Swt.
2. Munasabah memperlihatkan keserasian susunan redaksi ayat-ayat maupun kalimat-kalimat Alquran, sehingga keindahannya dapat dirasakan sebagai hal yang sangat luar biasa bagi orang yang memiliki dzauq Araby.
3. Pengetahuan tentang munasabah dapat mempermudah seseorang yang akan memahami Alquran dan berupaya menafsirkannya. Karena dengan metode tafsir bir-ra’yi, para mufassir memerlukan pemahaman yang utuh terhadap makna suatu ayat yang dilihat dari keterkaitannya dengan ayat-ayat lain yang terletak sebelum maupun sesudahnya. Hal ini dapat menghindari pemahaman ayat secara parsial yang berakibat pada kekeliruan makna.
4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an ) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.
Sementara menurut Abdul Djalal, yang dijelaskan dalam blog Dasep Hanan Mubarok bahwa manfaat mempelajari munasabah ialah sebagai berikut; Mengetahui persambungan/hubungan antara bagian al-Quran baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Quran; Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalagahan bahasa al-Quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya sehingga lebih menyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Quran benar-benar dari Allah; Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
III. Penutup
Pembahasan mengenai ilmu munasabah merupakan pembahasan yang ijtihadi, bukan tauqifi, mengingat munasabah merupakan hasil dari proses berfikir akal. Munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya. Kategorinya adalah adanya keterikatan (hubungan) redaksi atau adanya keterikatan (hubuangan) maknanya, dengan ayat (surat) setelah atau sebelumnya, secara berurutan (menurut urutan teks quran).
Munasabah merupakan sebuah metode dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, terutama bagi mufassir bagi yang tidak mengetahui asbab nuzulnya atau riwayat asbab nuzulnya yang lemah. Jenis munasabah terbagi ke dalam beberapa kategori, keterikatan redaksi atau makna, sifat munasabah serta materi munasabah. Untuk mengetahui munasabah ayat, tidaklah mudah. Bagi kita, setidaknya harus menjadi seorang mufassir terlebih dahulu. Bagi mufassir pun perlu kemampuan khusus dalam konteks memahami bahasa dan makna bahasa Arab dalam mengkorelasikan ayat atau surat dalam al-Quran.
Munasabah, merupakan ilmu yang sangat bermanfaat, yakni sebagai sebuah pendekatan atau metodologi dalam memahami ayat atau surat dalam al-Quran, sehingga diperoleh pemahaman yang dapat diterima akal, yang pada gilirannya memberikan informasi yang rasional serta sebagai acuan nilai, sikap, dan perilaku bagi umat Islam.
Dalam Al-Qur’an terdapat tanda-tanda kebesaran Sang Pemberi, yaitu dengan gaya bahasa dan susunan yang begitu indah, di antara susunan Al-Qur’an ada keserasian yang disebut dengan Munasabah. Munasabah sendiri terbagi kedalam beberapa bentuk, diantaranya munasabah antara surat dengan surat, munasabah antara nama surat dengan tujuan turunnya, munasabah antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat, munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat, munasabah antara fashilat (penutup) ayat dengan isi ayat tersebut, munasabah awal uraian surat dengan akhirnya serta munasabah antara akhir suatu surat dengan awal surat berikutnya.
Untuk memahami keserasian, kemiripan atau makna yang berdekatan pada bentuk-bentuk Munasabah dalam Al-Qur’an tersebut maka diperlukan sebuah ilmu yang antara lain disebut dengan Ilmu Munasabah. Ilmu ini penting sekali bagi seseorang yang ingin mempelajari atau mengkaji makna yang terkandung dalam setiap ayat-ayat dan surat-surat yang bermiripan dalam Al-Qur’an agar tidak terjadi kekeliruan pada saat memahaminya.
Daftar Pustaka :
Anwar Rosihon. 2004. Ulumul Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia
Abd. Chalik Chaerudji. 2007. Ulum Al-Qur’an. Jakarta : Diadit Media.
Al Qattan’ Manna. 1998. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Khalil. Jakarta: Pustaka Islamiyah.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Mekar Surabaya.
Fatir Muhammad. 2007. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hasbi Muhammad. 2002. Ilmu-ilmu Al Qur’an. Semarang ; Pustaka Rizki Putra.
http://hapidzcs.blogspot.com/2011/05/ilmu-munasabah-al-quran.html.
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/11/ilmu-munasabah.html,
http://fatihalam.blogspot.com/2011/11/makalah-pengertian-swot.html, http://makalahjenius.blogspot.com/2012/06/munasabah-al-quran.html,
http://dasep-hanan.blogspot.com/2009/05/munasabah-ayat-al-quran.html,
http://ulumulquran2007.blogspot.com/2008/09/bagian-ketujh-munasabah-dalam-alquran.html?zx=7142c4cf75ddbc81.
Shihab Qurais, dkk. 2001. Sejarah dan ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Oleh: Sugiarto
I. Pendahuluan

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia dengan cara langsung dari Rasul kepada umatnya, yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan Muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dan kebudayaan Muslimin tentunya akan sulit dipahami.
Dari hal tersebut sehingga timbul cabang ilmu dari ulumul Qur’an yang khusus membahas persesuaian-persesuaian tersebut, yaitu yang disebut ilmu munasabah atau ilmu tanaasubil ayati wassuwari. Sebagaimana yang dulis Ibnu dalam blognya bahwa Orang yang pertama kali menulis cabang ilmu ini adalah Imam Abu Bakar an-Naisaburi pada tahun 324 H. Kemudian disusul oleh Abu Ja’far ibn Zubair yang mengarang kitab “Al-Burhanu fi Munasabati Suwaril Qur’ani” dan diteruskan oleh Burhanuddin al-Buqai yang menulis kitab “Nudzumud Durari fi Tanasubil Aayati Wassuwari” dan as-Suyuthi yang menulis kitab “Asraarut Tanzilli wa Tanaasuqud Durari fi Tanaasubil Aayati Wassuwari” serta M. Shodiq al-Ghimari yang mengarang kitab “Jawahirul Bayani fi Tanasubi Wassuwari Qur’ani’’
Umat Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an haruslah mengerti tentang isi kandungan di dalam Al-Qur‟an. Karena dengan mempelajari isi kandungannya kita akan memahami dan mengetahui hukum-hukum dan juga syari‟at islam. Dalam mempelajari Al-Qur‟an ada sebuah ilmu yang namanya Ilmu munasabah. Ilmu Munasabah adalah ilmu yang mempelajari tentang keserasian makna, kesesuaian/ korelasi antara ayat yang satu dengan ayat yang lain di dalam Al-Qur‟an.
Karena itu Ilmu Munasabah sangatlah penting untuk memperdalam pengetahuan kita tentang isi kandungan Al-Qur‟an. Dengan mempelajari Ilmu Munasabah kita dapat mengetahui keindahan sastra yang ada di dalam Al-Qur‟an. sehingga niscaya juga akan memperkuat iman kita terhadap Allah SWT.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis akan menguraikan tentang Pengertian Munasabah Al-Qur’an, Bentuk-bentuk Munasabah Al-Qur’an, Serata urgensi dari Ilmu Munasabah.
II. Pembahasan
a. Pengertian Munasabah Al-Qur’an
Menurut bahasa, munasabah berarti persesuaian atau hubungan/ relevansi, yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan surat atau ayat yang sebelum atau sesudahnya. Sedangkan menurut istilah adalahSedangkan menurut istilah adalah segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lain dalam banyak ayat atau antara satu surah dengan surah yang lain-lain.
Dan masih banyak lagi ulama yang memberikan definisi tentang munasabah Al-Qur’an diantaranya : Menurut az ZarkasyiMunasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami tatkala dihadapkan kepada akal pasti akal itu akan menerimanya.
Menurut Muhammad Fatir, dikatakan bahwa Munasabah adalah keterkaitan dan keterpaduan hubungan antara bagian-bagian ayat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam Al-Qur’an. Hal itu berarti bahwa ayat atau surah baru bias dipahami dengan baik bila berkaitan dan keterpaduan itu diperhatikan. Dengan demikian ungkapan tentang munasabah itu sifatnya ijtihad, yaitu pendapat pribadi dari yang mengungkapkan sebagai hasil ijtihadnya. Menurut Manna’ al Qaththan Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam satu ayat atau antara ayat pada beberapa ayat atau antara surah didalam Al Qur’an. Menurut Ibn Al-Arabi mengatakan Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung. Menurut Al-Biqa’I Munasbah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alas an-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.
Dari berbagai pendapat ulama di atas dapat disimpulkan bahwa munasabah berarti menjelaskan korelasi makna anta ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus, korelasi berupa sebab akibat dan perbandingan serta perlawanan. Berdasarkan kajian munasabah, ayat-ayat Al-Qur’an bisa dianggap tidak terasing antara satu dengan yang lainnya. Ayat Al-Qur’an dalam kajian munasabah mempunyai keterkaitan, hubungan dan keserasian. Hubungan itu bisa terletak antara ayat dengan ayat, antara nama surat dengan isi surat, awal surat dengan akhir surat, antara kalimat-kalimat yang terdapat dalam setiap ayat, dan lain-lain.
Dalam mengambil kesimpulan, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan. Perbedaan antara ilmu Asbab An-Nuzul dengan ilmu pertautan (munasabah) yaitu ilmu Asbab An-Nuzul mengaitkan satu ayat atau sejumlah ayat dengan konteks sejarahnya, maka fokus ilmu munasabah adalah persesuaian antar ayat dan beberapa surat pada aspek pertautan antar ayat dan surat menurut urutan teks, bukan pada kronologis historis.
b. Bentuk-bentuk Munasabah Al-Qur’an
Masing-masing ayat al-Qur’an memiliki keterkaitan satu sam lain. Karena susunan ayat maupun surat yang ada pada mushaf al-Qur’an berasal dari petunjuk nabi Muhammad SAW, tentu tingkat keterkaitannya sangat tinggi dan teratur. Oleh karena itu, pemahaman kandungan al-Qur’an tidak bias sepotong-sepotong, melainkan harus menyeluruh dengan mengaitkan ayat yang satu dengan ayat yang lain atau surat yang satu dengan surat yang lain. Pemahaman demikian ini sering dilakukan oleh para ulama saat ini, terutama dalam memecahkan masalah-masalah yang baru muncul di masyarakat.
Keterkaitan antara pembuka surat dengan isi surat. Pembuka surat ini dilihat dari segi makna, bukan kata. Karenanya, pembuka yang berupa huruf-huruf seperti Alif-Lam-Mim, Ya-Sin dan sebagainya tidak termasuk dalam pembahasan ini, melainkan kalimat atau ayat sesudahnya. Misalnya, surat Thaha tidak lihat dari huruf Tha’ da ha’, tetapi ayat berikutnya. Pembuka surat thaha menjelaskan fungsi al-Qur’an sebagai peringatan untuk manusia, bukan untuk membuat susah manusia.
Ternyata isi surat thaha banyak memuat tentang kisah peringatan para nabi kepada ummatnya, termasuk peringatan nabi Musa a.s kepada Firaun. Demikian Dalam pembagian munasabah para ulama’ juga berbeda pendapat mengenai pengelompokan munasabah dan jumlahnya, hal ini dipengaruhi bagaimana seorang ulama’ tersebut memandang suatu ayat dari segi berbeda.
Dalam penyelidikan para ulama, dihasilkan delapan bentuk keterkaitan makna antar ayat dan surat dalam suhaf Al-Qur’an sebagaiman yang dikatakan Manna al-Kattan dalam buku Moh. Ali Aziz sebagai berikut:
1. Keterkaitan satu surat dengan surat lain. Misalnya, kandungan surat Al-Fatihah diperluas cakupannya dengan surat sesudahnya, surat al-Baqarah. Jika surat al-fatihah ringkasan al-Qur’an, maka surat al-Baqarah adalah ensiklopedia al-Qur’an, yakni ringkasan panjang dari kandungan al-Qur’an.
2. Keterkaitan antara nama surat dengan isi surat. Atau keterkaitannya dengan berbagai pembahasan yang menonjol dalam ayat-ayat yang terdapat dalam surat tersebut. Misalnya nama surat al-Ikhlas (murni) disesuaikan dengan isinya menegaskan keesaan allah dan kemurniannya dari segala hal yang disekutukan kepadanya, atau kemurniannya dari segala sifat yang merendahkan kebesarannya. Surat an-Nisa’ (wanita) dinamakan demikian, karena isinya banyak berbicara tentang wanita dan keluarga.Demikian pula surat al-Fil yang dimulai dengan pernyataan agar manusia memperhatikan siksa Allah SWT atas pasukan berkendaraan gajah yang hendak menghancurkan ka’bah. Lalu pada ayat-ayat berikutnya dijelaskan bentuk siksaan tersebut.
3. Keterkaitan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat. Misalnya, dalam Surat al-Qashash, pada awal surat disebutkan bahwa nabi Musa a.s tidak akan menolong orang-orang yang berbuat dosa, sedangkan pada akhir surat disebutkan larangan pada nabi Muhammad SAW untuk menolong orang-orang kafir. Jadi intadi inti surat tersebut adalah perintah kepada nabi SAW untuk mengikuti sikap nabi-nabi terdahulu dalam menghadapi kaum pendurhaka.
4. Keterkaitan satu ayat dengan ayat lain. Keterkaitan antar ayat dapat dilihat dari ayat sebelum dan sudahnya maupun ayat-ayat yang terkait dengan masalah yang sama. Misalnya, ayat pertama dari surat al-Mukminun menejlaskan keberuntungan bagi orang-orang yang benar-benar beriman. Ayat-ayat selanjutnya berkenan dengan karasteristik orang-orang yang benar-benar beriman tersebut.
5. Keterkaitan satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam satu ayat. Keterkaitan tersebut meliputi kalimat-kalimat yang saling berpasangan, atau saling berlawanan, dan kalimat yang mengalihkan suatu pembicaraan ke pembicaraan lain yang masih ada keterkaitannya. Contoh ujung ayat 26 surat al-Imran.
6. Keterkaitan antara ujung ayat dengan isi ayat. Penyebutan golongan jin dan manusia di akhir surat an-Nas menunjukkan keterkaitannya dengan kandungan surat, yaitu bentuk-bentuk kejahatan terhadap manusia. Ternyata pelakunya adalah jin dan manusia.
7. Keterkaitan antara penutup surat dengan awal surat berikutnya. Sebagai contoh, di akhir surat al-Fatihah disebutkan petunjuk jalan yang lurus serta pembagian kelompok manusia yang mengikuti dan menolaknya. Di awal surat al-Baqarah, dijelaskan bahwa jalan yang lurus tersebut diterangkan dalam kitab Allah atau al-Qur’an. Sedangkan ayat sesudahnya mengemukakan cirri-ciri orang yang bertakwa, orang yang kafir, dan orang yang munafik. Ketiga kelompok merupakan penjelasan dari orang yang mendapat petunjuk, orang yang sesat hingga orang yang mendapatkan kutukan Allah sebagaimana dijelaskan pada akhir surat al-Fatihah.
Lain yang dikatakan oleh buku Ahmad Saifullah yang di foto copy bahwa bentuk-bentuk munasabah itu adalah :
1. Munasabah antara bagian-bagian dalam satu ayat,
ada bagian ayat yang berfungsi sebagai penekanan makna bagian sebelumnya. Contohnya adalah:
Terjemahan:
Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu, ( al-Mukminun 23: 36)
2. Musabah antara ayat dengan ayat, yaitu kaitan ayat dengan ayat sebelumnya. Contoh mempertentangkan, misalnya antara sifat (lukisan) tentang mukmin dengan sifat (lukisan) tentang kafir, misalnya adalah :
Terjemahan
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". (Ali-Imran 3: 106)
3. Munasabah antara surat dengan surat.
Misalnya keterpaduan antara awal surat dengan akhirnya. Misalnya surat al-Qasas yang dimulai dengan kisah nabi Musa dan ancaman yang dihadapinya dari Firaun sehingga ia lari dari mesir, dan kemudian kembali lagi dan memperoleh kemenangan. Di akhir surat dikisahkan tentang nabi Muhammad SAW yang juga ditentang, kemudian hijrah, lalu kembali, dan berakhir juga dengan kemenangan.
4. Munasabah antara nama surat dan tujuan turunnya, Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu tercermin pada namanya masing-masing seperti surat al-Baqarah 2, surat yunus 18, surat an-Naml 27, dan surat al-Jinn 72. Contoh dapat dilihat pada surat albaqarah 2 : 67-71.
Cerita tentang sapi betina dalam surat al-baqarah di atas mengandung inti pembicaraan tentang kekuasaan tuhan membangkitkan orang mati. Dengan perkataan lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan tuhan dan keimanan pada hari kemudian.
C. Urgensi Mempelajari Ilmu Munasabah
Ilmu Munasabah Al-Qur’an sangat penting dikuasai dalam menafsirkan Al-Qur’an. Ilmu Munasabah sangat membantu muffasir dalam memahami dan mengeluarkan isi kandungannya.. Ayat-ayat al-Qur’an banyak menceritakan umat-umat terdahulu, baik peristiwa yang berlaku pada mereka maupun kewajiban-kewajiban yang pernah dibebankan atas mereka. Jika suatu ayat dipelajari, tanpa melihat keterkaitannya dengan ayat-ayat lain, maka mungkin akan terjadi penetapan hukum yang sebenarnya hukum itu hanya dibebankan kepada umat sebelum Nabi Muhammad SAW yang tidak diwajibkan kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana asbab an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam memahami al-Qur’an. Dalam hal ini Muhammad’ Abdullah darraz dalam buku Rosibon Anwar yang berjudul Ulumul Qur’an berpendapat bahwa, Sekalipun permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak, semuanya merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistimatika surat, semestinya ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga memperhatikan segala permasalahannya.
Pengetahuan munasabah pun dapat membantah sebagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dengan bagian yang lainnya. Contohnya terhadap firman Allah Qur’an surat Al-Baqarah 2: 189:
Terjemahan:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Orang yang membaca ayat tersebut tentu akan bertanya-tanya, Apakah korelasi antara pembicaraan bulan sabit dengan pembicaraan mentangi rumah? Dalam menjelaskan munasabah antara keduanya, Az-Zarkasyi dalam buku Rosiban Anwar menjelaskan: “Sudah diketahui bahwa ciptaan Allah mempunyai hikmah yang jelas dan mempunyai kemaslahatan bagi hamba-hambanya, maka tinggalkan pertanyaan terntang hal itu, dan perhatikanlah sesuatu yang engkau anggap sebagai kebaikan, padahal sama sekali bukan kebaikan.
Pengetahuan munasabah sangat terkait dengan kegiatan penafsiran al-Quran, hal ini hampir mirip dengan fungsinya dengan asbab nuzul al-Quran, jika asbab nuzul terkait dengan pengetahuan yang diperoleh melalui riwayah (hadits atau atsar), maka munasabah terkait dengan pengetahuan yang diperoleh melalui ijtihad.
Selain itu, munasabah hubungan-hubungan teks dalam bentuknya yang akhir dan final, sementara asbab nuzul mengkaji bagian-bagian teks dengan kondisi eksternal atau konteks eksternal pembentuk teks. Dengan kata lain perbedaan itu adalah perbedaan antara kajian tentang keindahan teks dan tentang kerancuan teks terhadap realitas eksternal. Dari sini kita dapat memahami mengapa ulama-ulama kuno berpendapat bahwa ilmu asbab nuzul adalah ilmu histories, sementara munasabah adalah ilmu stilistika. Dengan pengertian bahwa ilmu ini memberikan perhatiannya pada bentuk-bentuk keterkaitan antara ayat-ayat dan surat-surat.
Keterkaitan antara kedunya adalah saling melengkapi, apabila suatu ayat belum atau tidak diketahui asbab nuzulnya, atau ada asbab nuzulnya tetapi riwayatnya lemah, maka ada baiknya pengertian (pemahaman) suatu ayat ditinjau dari sudut munasabahnya dengan ayat sebelumnya maupun sesudahnya. Pengetahuan tentang munasabah juga membantu dalam pentakwilan dan pemahaman ayat dengan baik dan cermat.
Oleh karenanya, penulis berpendapat bahwa munasabah merupakan salah satu model pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, terutama bagi muffasir yang tidak mengetahui asbab nuzul suatu ayat atau hadits asbab nuzul yang lemah.
Pandangan para ulama yang menanggapi masalah ayat al-Quran dalam konteks munasabah terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama menganggap bahwa setiap ayat atau surat dalam al-Quran selalu ada relevansi (munasabah) dengan ayat atau surat lainnya, sedangkan kelompok kedua, menganggap bahwa setiap ayat atau surat tidak selalu ada relevansi dengan ayat atau surat lainnya, tetapi sebagian besar ada relevansi satu sama lain.
Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat tidak selalu ada relevensi, kalaupun ada, itu baru bisa diketahui melalui seteleh melakukan proses penelitian munasabah terlebih dahulu yang cukup sulit. Kesulitan itu dirasakan karena tidak ada petunjuk yang jelas yang datang dari nash.
Pengetahuan tentang munasabah bukanlah hal yang tauqifi , melainkan didasarkan pada ijtihad (proses akal) seorang mufassir berdasarkan tingkat pemahaman dan penghayatannya terhadap al-Quran . Hal ini, bukan pula berarti bahwa setiap ayat selalu terdapat korelasi. Oleh karenanya, seorang mufassir tidak perlu memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, sebab kalau dipaksakan, maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat.
Berkaitan dengan itu, perlu disampaikan bahwa ulama tafsir terbagi pada dua kelompok dalam menanggapi masalah munasabah. Kelompok yang menampung dan mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat, sedangkan kelompok lainnya tidak memperhatikan munasabah sama sekali dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-Razi misalnya adalah orang yang sangat menaruh perhatian kepada munasabah penafsiran, baik hubungan antarayat maupun antarsurat. Sebaliknya, Nizhamudiin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya menaruh perhatian besar kepada munasabah antar ayat.
Menurut al-Zarkasyi, kelompok yang menolak munasabah beralasan, bahwa suatu kalimat akan memiliki munasabah bila disampaikan (diucapkan) dalam konteks yang sama, karena al-Quran diturunkan dalam berbagai konteks, maka al-Quran tidak memiliki munasabah. Ulama yang termasuk kelompok ini adalah 'Izz al-Din ibn 'Abd al-Salam, Syeikh Muhammad Syaltut , dan Ma'ruf Daulabi.
Secara umum, ada beberapa hal yang menunjukkan pentingnya kajian tentang munasabah dalam Alquran:
1. Mengetahui korelasi antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat menunjukkan, bahwa Alquran merupakan satu kesatuan yang utuh, tersusun secara sistematis dan berkesinambungan, walaupun diturunkan secara terpisah-pisah dalam rentang waktu sekitar dua puluh tiga tahun. Hal ini akan memperkuat keyakinan, bahwa Alquran merupakan mukjizat dari Allah Swt.
2. Munasabah memperlihatkan keserasian susunan redaksi ayat-ayat maupun kalimat-kalimat Alquran, sehingga keindahannya dapat dirasakan sebagai hal yang sangat luar biasa bagi orang yang memiliki dzauq Araby.
3. Pengetahuan tentang munasabah dapat mempermudah seseorang yang akan memahami Alquran dan berupaya menafsirkannya. Karena dengan metode tafsir bir-ra’yi, para mufassir memerlukan pemahaman yang utuh terhadap makna suatu ayat yang dilihat dari keterkaitannya dengan ayat-ayat lain yang terletak sebelum maupun sesudahnya. Hal ini dapat menghindari pemahaman ayat secara parsial yang berakibat pada kekeliruan makna.
4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan tingkat balaghah Al-Qur’an ) serta dapat membantu dalam memahami keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.
Sementara menurut Abdul Djalal, yang dijelaskan dalam blog Dasep Hanan Mubarok bahwa manfaat mempelajari munasabah ialah sebagai berikut; Mengetahui persambungan/hubungan antara bagian al-Quran baik antara kalimat-kalimat atau ayat-ayat maupun surat-surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Quran; Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalagahan bahasa al-Quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya sehingga lebih menyakinkan kemukjizatannya, bahwa al-Quran benar-benar dari Allah; Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran.
III. Penutup
Pembahasan mengenai ilmu munasabah merupakan pembahasan yang ijtihadi, bukan tauqifi, mengingat munasabah merupakan hasil dari proses berfikir akal. Munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-Quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya. Kategorinya adalah adanya keterikatan (hubungan) redaksi atau adanya keterikatan (hubuangan) maknanya, dengan ayat (surat) setelah atau sebelumnya, secara berurutan (menurut urutan teks quran).
Munasabah merupakan sebuah metode dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, terutama bagi mufassir bagi yang tidak mengetahui asbab nuzulnya atau riwayat asbab nuzulnya yang lemah. Jenis munasabah terbagi ke dalam beberapa kategori, keterikatan redaksi atau makna, sifat munasabah serta materi munasabah. Untuk mengetahui munasabah ayat, tidaklah mudah. Bagi kita, setidaknya harus menjadi seorang mufassir terlebih dahulu. Bagi mufassir pun perlu kemampuan khusus dalam konteks memahami bahasa dan makna bahasa Arab dalam mengkorelasikan ayat atau surat dalam al-Quran.
Munasabah, merupakan ilmu yang sangat bermanfaat, yakni sebagai sebuah pendekatan atau metodologi dalam memahami ayat atau surat dalam al-Quran, sehingga diperoleh pemahaman yang dapat diterima akal, yang pada gilirannya memberikan informasi yang rasional serta sebagai acuan nilai, sikap, dan perilaku bagi umat Islam.
Dalam Al-Qur’an terdapat tanda-tanda kebesaran Sang Pemberi, yaitu dengan gaya bahasa dan susunan yang begitu indah, di antara susunan Al-Qur’an ada keserasian yang disebut dengan Munasabah. Munasabah sendiri terbagi kedalam beberapa bentuk, diantaranya munasabah antara surat dengan surat, munasabah antara nama surat dengan tujuan turunnya, munasabah antara kalimat dengan kalimat dalam satu ayat, munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat, munasabah antara fashilat (penutup) ayat dengan isi ayat tersebut, munasabah awal uraian surat dengan akhirnya serta munasabah antara akhir suatu surat dengan awal surat berikutnya.
Untuk memahami keserasian, kemiripan atau makna yang berdekatan pada bentuk-bentuk Munasabah dalam Al-Qur’an tersebut maka diperlukan sebuah ilmu yang antara lain disebut dengan Ilmu Munasabah. Ilmu ini penting sekali bagi seseorang yang ingin mempelajari atau mengkaji makna yang terkandung dalam setiap ayat-ayat dan surat-surat yang bermiripan dalam Al-Qur’an agar tidak terjadi kekeliruan pada saat memahaminya.
Daftar Pustaka :
Anwar Rosihon. 2004. Ulumul Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia
Abd. Chalik Chaerudji. 2007. Ulum Al-Qur’an. Jakarta : Diadit Media.
Al Qattan’ Manna. 1998. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Khalil. Jakarta: Pustaka Islamiyah.
Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Mekar Surabaya.
Fatir Muhammad. 2007. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Hasbi Muhammad. 2002. Ilmu-ilmu Al Qur’an. Semarang ; Pustaka Rizki Putra.
http://hapidzcs.blogspot.com/2011/05/ilmu-munasabah-al-quran.html.
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/11/ilmu-munasabah.html,
http://fatihalam.blogspot.com/2011/11/makalah-pengertian-swot.html, http://makalahjenius.blogspot.com/2012/06/munasabah-al-quran.html,
http://dasep-hanan.blogspot.com/2009/05/munasabah-ayat-al-quran.html,
http://ulumulquran2007.blogspot.com/2008/09/bagian-ketujh-munasabah-dalam-alquran.html?zx=7142c4cf75ddbc81.
Shihab Qurais, dkk. 2001. Sejarah dan ulumul Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.
EmoticonEmoticon