Jadi serat yang berwarna hitam itu bukanlah karena sengaja diberi pewarna sehingga menjadi hitam. Serat tersebut ada yang halus ada yang kasar, sehingga untuk membuat songkok recca’ yang halus maka serat haluslah yang diambil dan sebaliknya serat yang kasar menghasilkan hasil yang agak kasar pula tergantung pesanan.
Untuk menganyam serat menjadi songkok menggunakan acuan yang disebut Assareng yang terbuat dari kayu nangka kemudian dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai songkok. Acuan atau assareng itulah yang digunakan untuk merangkai serat hingga menjadi songkok. Ukuran Assareng tergantung dari besar kecilnya songkok yang akan dibuat.
Sejak kapan munculnya Songkok Recca Songkok To Bone?
Songkok to Bone Ahli menurut sejarah, muncul dimasa terjadinya perang antara Bone dengan Tator tahun 1683. Pasukan Bone pada waktu itu menggunakan songkok recca’ sebagai tanda untuk membedakan dengan pasukan Tator.
Pada zaman pemerintahan Andi Mappanyukki raja Bone ke-31, songkok recca dibuat dengan pinggiran emas (pamiring pulaweng) yang menunjukkan strata sipemakainya. Akan tetapi lambat laun hingga sekarang ini siapapun berhak memakainya. Bahkan beberapa kabupaten di Sulawesi memproduksinya sehingga dapat dikatakan, bahwa songkok recca yang biasa juga disebut sebagai Songkok To Bone yang merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa orang Bone tersebut mendapat apresiasi baik dari masyarakat Sulawesi maupun Indonesia pada umumnya.

Mengapa Songkok Bone Bisa Terkenal ?
Kini tak perlu berdarah bangsawan untuk bisa memakai salah satu warisan budaya masyarakat Bugis Bone ini. Dulu, songkok To Bone dipakai oleh raja-raja Bone beserta keluarganya. Penutup kepala ini juga menjadi bagian dari setelan pakaian adat pria Bugis Bone, Sulawesi Selatan. Khusus para raja dan bangsawan, digunakan hiasan dari benang tenun emas. Makin tebal lapisan emasnya, makin tinggi derajat si pemakai.
Kini, untuk memakai songkok Bone serupa, tak perlu menjadi raja atau bangsawan lebih dulu. Siapa pun boleh, asalkan bersedia membayar lebih mahal untuk satu songkok berlapis emas murni itu. Apalagi di tengah harga emas yang sedang melonjak seperti sekarang. "Semakin tebal hasil tenunan benang emasnya, harga songkok semakin mahal," kata Rahmatang, seorang perajin songkok di Jalan Urip Sumoharjo Kilometer 4 Poros Bone-Wajo. Di kawasan yang terletak sekitar 180 kilometer dari Makassar itu terdapat empat toko songkok To Bone.
Di toko Rahmatang H. Nawir misalnya. Etalasenya memajang songkok dengan aneka motif, mulai dari benang emas, hiasan emas murni, sampai benang biasa. Warna songkok pun beragam, dari hitam, cokelat, sampai krem. "Songkok berlapis emas biasanya dipesan pejabat, "ujar Rahmatang.
Pria berusia 30 tahun ini menyebut beberapa nama pejabat yang pernah memesan songkok padanya. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah dibuatkan songkok berhias tenunan emas murni tiga ringgit (gram). Orang Bone biasa menyebut ringgit sebagai pengganti satuan gram. Mantan Gubernur Sulawesi Selatan Amin Syam juga pernah memesan songkok dengan tenunan emas dua ringgit. Begitu juga Bupati Gowa, Bupati Bone, dan Bupati Sinjai. Berapa harga songkok itu?
Mari kita berhitung. Setiap satu ringgit emas, yang ketebalannya mencapai 1,5 sentimeter, dibanderol Rahmatang dengan harga Rp 15 juta. Jadi harga songkok dengan dua ringgit emas setara dengan ongkos naik haji sekarang ini.
Selain menyediakan songkok To Bone, toko Rahmatang juga menjual songkok haji, atau songkok miniatur untuk suvenir, dengan harga Rp 7.000 per buah. Saat Tempo berkunjung ke toko itu dua pekan lalu, seorang pembeli, Andi Anti, sedang memesan 500 buah miniatur songkok. "Ini untuk suvenir perkawinan adik saya," kata wanita berusia 31 tahun itu.
Selain itu, Anti memesan satu lusin songkok berharga Rp 250 ribu per buah. Menurut Anti, songkok To Bone adalah simbol adat. "Memakainya berarti turut melestarikan budaya Bugis Bone," ujarnya.
Pembeli lainnya, Andi Rahman Petta Wowu Opu Sappewali, mengambil dua buah songkok seharga Rp 150 ribu per buah. "Ini akan saya pakai pada acara hari jadi Kota Luwu," ujar Rahman.
Di sebelah toko Rahmatang, ada toko Andi Irma yang menjual songkok dengan harga dari Rp 25 ribu, Rp 50 ribu, hingga Rp 150 ribu. Khusus songkok berhiaskan benang emas dibanderol dengan harga Rp 500 ribu per buah.
Kawasan Poros Bone-Wajo juga dikenal sebagai kawasan perajin songkok. Ada sekitar 100 perajin songkok di sana. Para perajin bermitra dengan pedagang untuk mendapat pesanan. Rahmatang, misalnya, bermitra dengan 50 perajin.
Dari kawasan ini, songkok Bone dipasarkan ke Somba Opu, pusat belanja emas, suvenir, dan oleh-oleh di Makassar, Sengkang, bahkan sampai ke luar Makassar, seperti Jakarta, Kalimantan, Bali, dan Kendari. Anda siap untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi bangsawan Bone.
EmoticonEmoticon